Thursday, November 6, 2014

Belajar dari Kekurangan



Perhatikan orang-orang “hebat”. Mereka menjadi sumber inspirasi. Orang hebat selalu bermanfaat bagi orang lain.
Kalau dia berbicara, berdasar fakta dan data sehingga akurat, kebenarannya tidak dapat dibantah. Setiap perilakunya memukau dan mendatangkan decak kagum: luar biasa!.
Orang hebat, namanya selalu harum. Usianya lebih panjang ketimbang umurnya sebab kebaikan yang ditanam selalu dikenang orang lain walau sudah meninggal. Orang hebat selalu berupaya memberi sesuatu kepada orang lain bukan menerima sesuatu.
Dia memberi manfaat, bukan mendapatkan manfaat. Memiliki keterbatasan fisik  tapi jiwanya tangguh.  Dikaruniai fisik invalid namun prestasinya luar biasa. Di sinilah keadilan Allah Swt. Di balik kekurangan fisik dilengkapinya kelebihan sehingga  kekurangan fisiknya tertutupi. Lazimnya mereka mampu memoles kekurangan fisik dengan kelebihan bukan dengan keluh kesah, apalagi dengan ratapan. Selalu tegar dan mengubah kelemahan diri menjadi potensi besar yang pada gilirannya mampu “menakhlukkan” dunia.
Sering kita jumpai, orang yang fisiknya cacat ternyata kaya prestasi. Sebut beberapa contoh: misalnya Eric Alexander. Wanita ini dilahirkan dalam keadaan buta. Namun semangatnya luar biasa. Terus menyala-nyala dan tidak pernah kendor. Cita-citanya ingin mendaki puncak Gunung Himalaya, di India. Dengan pertolongan tongkat di tangannya, dia berlatih dan  terus berlatih. Dia bertekad tidak berhenti berlatih sebelum impiannya terwujud.
Walau untuk mendaki dengan medan sulit, tidak pernah putus asa. Berbekal kerja keras akhirnya mampu menakhlukkan Mount Everest, puncak Gunung Himayala. Prestasi yang belum tentu dapat diraih semua orang meski dengan kedua mata sempurna. Sedang Alexander mampu menakhlukkan “keangkuhan” Puncak, gunung tertinggi di dunia, yang berketinggian 8.840 meter di atas permukaan air laut.
Eric Alexander menunjukkan kepada dunia, bahwa siapa pun orangnya –dalam keadaan bagaimana pun fisiknya—dapat berbuat maksimal asal ada kemauan dan kesungguhan. Dia bahagia karena dapat mewujudkan impiannya.
Bagi Eric, kalau di hati seseorang ada semangat,  tantangan seberat apapun pasti dapat ditakhlukkan. Sebaliknya, bagi orang yang dihatinya dipenuhi rasa malas dan ciut nyali, sebutir kerikil kecil tampak seperti gunung raksasa yang menghalangi langkahnya. Maka tersenyumlah, dunia akan tersenyum. Dan bagi yang menangis dunia akan mentertawakannya.
Kita yakin, bukan karena kita bahagia lalu bersyukur, tapi karena kita bersyukur kita menjadi bahagia. Bukan karena hari ini indah lalu kita bahagia, tetapi karena hati bahagia hari ini menjadi indah. Bukan karena mudah kita yakin bisa, tetapi karena yakin bisa semuanya menjadi mudah. Bukan karena senang kita tersenyum tetapi karena kita tersenyum kita menjadi senang.  Eric Alexander membuktikan kebenaran kalimat tersebut.
Bisa dibayangkan, bagaimana sulitnya menjadi pilot, mengendalikan pesawat bukan dengan tangan sebagaimana lazimnya orang lain. Jessica mengoperasikan  pesawat cukup dengan  menggunakan kedua kakinya sebagai “pengganti” tangan yang sejak lahir tidak punya tangan. Wanita ini tidak menyerah kepada keadaan sehingga mampu melaksanakan tugas berat. Sementara banyak kita jumpai orang yang terlahir dengan tangan dan kaki lengkap tetapi menjadi sopir mobil saja tidak bisa. Beda jauh kan?
Mirip dengan Jessica ada seorang pria yang mengagumkan dunia, khususnya di kalangan atlit. Yaitu Oscar Pistorius pelari ini menggunakan kaki sambungan. Dia tidak punya dua kaki tapi punya semangat berlatih. Kaki sambungan tak menyurutkan menjadi juara sehingga akhirnya mampu mewujudkan mimpinya menjadi pelari tercepat di dunia.
Air mata tak terbendung ketika menyaksikan video yang menayangkan pemuda berumur 27 tahun bernama Nick Vujicic. Ia dilahirkan tanpa lengan dan tungkai. Meski demikian mampu mengarang sebuah buku yang diberi judul, “Life Without Limits”.  Tanpa tangan dan Tungkai Aku Bisa menakhlukkan dunia, tulisnya.
Menakhlukkan dunia? Ia keliling dunia untuk memberi motivasi agar hidup tegar, optimis, dan menjadi “juara” tanpa terusik oleh kondisi tubuhnya yang invalid. Nick benar-benar menjadi motivator ulung yang memukau. Banyak orang meneteskan air mata menyaksikan kehebatan pemuda cacat fisik ini.
Nick bisa menakhlukkan hati jutaan orang. Alangkah tidak pantasnya kalau yang tubuhnya normal lantas bermalas-malsan. Dia berpesan, “Kalau engkau tidak mendapat mukjizat jadilah engkau mukjizat. (*)



No comments:

Post a Comment