Kita harus terbiasa mencari
“inti” pembicaraan alias pesan terdalam dari ucapan seseorang. Sering kali
orang apriori mendengar nasehat. Ada yang melihat siapa yang berbicara bukan
melihat apa yang dibicarakan. Akibatnya, kalau dia tidak tertarik pada
pembicaranya meski materi bagus dia menolaknya.
Ambil mutiara meski ada di dalam
lumpur. Ambil ilmu meski datangnya dari setan. Untuk yang terakhir ini terkesan
ekstrim. Namun pernah disampaikan oleh Nabi Saw. Al kisah, ada seorang sahabat
bernama Abu Dzar Al Gifari datang melaporkan kejadian yang dialaminya semalam
kepada nabi.
Ada pencuri tertangkap basah. Dia
hendak mengambil harta titipan hasil zakat yang dikumpulkan di rumah Abu Dzar.
“Nanti malam, orang itu datang lagi ke rumahmu,” kata nabi. Ternyata benar,
malamnya pencuri datang lagi akhirnya ditangkap. Saat tertangkap, Abu Dzar bertanya
kepada si pencuri.
Mengapa engkau mencuri di sini.
Bukankah engkau tahu saya ini miskin, dan harta ini barang titipan?.
Si pencuri mengangguk. “Kalau
rumahmu tidak ingin didatangi pencuri, sebelum tidur, baca ayat Kursi, surat
Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas,” ujarnya.
Kalimat ini disampaikan kepada
nabi. Komentar nabi, “Ambillah ilmu itu walau datang dari syetan,” ujar Nabi.
Pencuri itu ternyata memang
syetan yang menyamar sebagai manusia.
Pesan nabi agar Abu Dzar
mengambil ilmu itu mengingatkan kita agar kita mau menerima apa saja yang
disampaikan orang lain, tidak perlu melihat siapa yang menyampaikan. Sepanjang
baik, ambil saja. Di sini relevansi ucapan Ali bin Abi Tholib, “Lihat apa yang
dibicarakan jangan melihat siapa yang berbicara.” (*)
No comments:
Post a Comment