Allah berfirman, “Sungguh telah Aku karuniakan kepadamu nikmat yang
begitu banyak.” Kalimat ini pendek. Tetapi tegas dan jelas. Nikmat yang Allah
berikan kepada kita “begitu banyak”.
Permintaan Allah, ada dua hal, yaitu “ Shalatlah untuk Tuhanmu dan
berkurbanlah.” Shalat, merupakan wahana
menjalin kemesraan dengan Allah agar dalam jiwa ada kerinduan. Orang yang
istiqomah shalat, jiwanya akan “terobati”.
Selain itu, berkurbanlah. Orang yang mau berkurban –menyembelih
ternak—dengan membagikan dagingnya kepada fakir miskin, jiwanya akan damai.
Allah akan menurunkan kedamaian pada jiwa orang tersebut sehingga merasa
semakin dekat saja dengan Allah.
Berkurban, seperti dilakukan beberapa hari lalu, sebenarnya
mengisyaratkan kepada kita, bahwa orang yang ingin dekat kepada Allah harus
juga dekat kepada orang miskin. Dapat dibalik, orang yang jauh dari orang
miskin, berarti juga jauh dengan Allah.
***
Kembali kepada persoalan syukur, kita hendaknya sering bertanya kepada
diri sendiri. “Pernahkah kita mensyukuri nikmat Allah yang selalu kita rasakan,
misalnya keluar-masuknya udara saat bernafas?” Jika tidak, bagaimana jika Allah
“menarik” kembali nikmat nafas itu?
Keluar masuknya nafas merupakan nikmat yang luar biasa. Tidak
ternilai. Semenit saja “diistirahatkan” oleh Allah untuk bernafas, terhenti
semuanya. Yang kita minta dalam hidup ini hanya satu, yaitu minta bisa
bernafas. Sementara kebutuhan yang lain terkesampingkan.
Tidak hanya itu. Jika tidak bisa bernafas, bukan hanya dirinya yang
bingung, tetapi juga anak, istri, keluarga, dan tetangga ikut kelabakan.
Jika yang “berhenti” bernafas seorang presiden, maka yang ribut semua
rakyat, bahkan bangsa lain. Kalau yang berhenti bernafas seorang kyai, yang
bingung santri dan keluarganya, dsb. Sayang, kita sering melupakan nikmat
bernafas sehingga dianggapnya hal itu sebagai hal biasa.
Padahal Allah berfirman, “Setiap makhluk bernafas akan mencicipi
mati.” Kata “mencicipi” itu berarti sebentar, tidak lama. Sebab setelah roh
berpisah dengan raga, kita akan hidup abadi. Yang mati hanya raganya sedang roh
kita tetap hidup di sisi-Nya.
Tetapi kita jangan salah tafsir. Kata “mencicipi” bukan hal mudah.
Prosesnya sulit, sakit, dan menakutkan. Kematian merupakan kejadian dahsyat. Nabi
SAW memberi ilustrasi, Andaikan binatang mengetahui dahsyatnya kematian yang
dialami manusia, niscaya tidak akan kita dapati ada binatang gemuk karena takut
dengan kematian.
Karena beratnya “proses” kematian, Rasululllah pernah berdoa, “Ya
Allah, tolonglah aku dalam menghadapi sakaratul mautku.” Dalam tarikh
disebutkan, wafatnya Rasulullah amat berat diawali dengan sakit luar biasa, sampai-sampai
istri beliau, Aisyah yang merawat pada detik-detik terakhir mengaku heran
menyaksikan Rasulullah begitu berat menghadapi sakaratul maut.
Allah pernah bertanya kepada Nabi Ibrahim As, usai menghadapi
sakaratul maut. “Wahai kekasih-Ku –maksudnya Nabi Ibrahim-- bagaimana rasanya
kematian?” Nabi Ibrahim menjawab,
seperti panggang daging di atas bara api yang di atasnya diletakkan bulu basah lalu
ditariknya. Gambaran betapa sulit, sakit, dan menakutkan. Padahal kematian Nabi
Ibrahim menurut Allah sudah diringankan.
Sementara Nabi Musa ketika ditanya Allah rasa sakitnya ketika
menghadapi sakaratul maut menjawab, “Aku melihat diriku seperti burung hidup
ketika digoreng dalam penggorengan. Tidak mati sehingga dapat istirahat dan
tidak mati sehingga dapat terbang.”
Masih banyak kisah sakaratul maut. Namun, seperti yang disampaikan
Nabi SAW, meskipun sakaratul maut itu berat, namun karena rindu dengan Kekasihnya, yaitu Allah,
kematian harus dihadapinya.
Orang yang imannya mendalam selalu mensyukuri hidup ini, termasuk di
dalamnya adalah nikmat bernafas. Keluar-masuknya nafas diwarnai dengan sebutan
nama Allah. Tujuannya, jika sewaktu-waktu Allah memisahkan antara roh dengan
raga, maka kalimat terakhir yang disabutnya adalah nama Allah. Perpisahan raga
dengan jiwa seperti ini termasuk khusnul khotimah dan menurut Rasulullah orang
seperti ini dijamin masuk surga.
Orang yang mensyukuri nikmat nafas, maka Allah akan menambah dengan
nikmat yang lain. Misal, Allah jadikan usia seseorang menjadi penuh barokah, jauh
dari penyakit, gemar beribadah, dekat dengan Allah.
Ada baiknya kita ingat kembali sabda Nabi Muhammad
SAW. ”Orang yang baik adalah, mereka yang umurnya panjang dan banyak amalnya.
Orang jelek adalah mereka yang umurnya pendek, tetapi perbuatan buruknya
banyak. Maka syukurilah nikmat nafas agar kita bisa berbuat baik dalam hidup
ini. (*)

No comments:
Post a Comment