Thursday, October 23, 2014

Nafas dan Syukur



Allah berfirman, “Sungguh telah Aku karuniakan kepadamu nikmat yang begitu banyak.” Kalimat ini pendek. Tetapi tegas dan jelas. Nikmat yang Allah berikan kepada kita “begitu banyak”.
Permintaan Allah, ada dua hal, yaitu “ Shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah.”  Shalat, merupakan wahana menjalin kemesraan dengan Allah agar dalam jiwa ada kerinduan. Orang yang istiqomah shalat, jiwanya akan “terobati”.
Selain itu, berkurbanlah. Orang yang mau berkurban –menyembelih ternak—dengan membagikan dagingnya kepada fakir miskin, jiwanya akan damai. Allah akan menurunkan kedamaian pada jiwa orang tersebut sehingga merasa semakin dekat saja dengan Allah.
Berkurban, seperti dilakukan beberapa hari lalu, sebenarnya mengisyaratkan kepada kita, bahwa orang yang ingin dekat kepada Allah harus juga dekat kepada orang miskin. Dapat dibalik, orang yang jauh dari orang miskin, berarti juga jauh dengan Allah.

***

Kembali kepada persoalan syukur, kita hendaknya sering bertanya kepada diri sendiri. “Pernahkah kita mensyukuri nikmat Allah yang selalu kita rasakan, misalnya keluar-masuknya udara saat bernafas?” Jika tidak, bagaimana jika Allah “menarik” kembali nikmat nafas itu?
Keluar masuknya nafas merupakan nikmat yang luar biasa. Tidak ternilai. Semenit saja “diistirahatkan” oleh Allah untuk bernafas, terhenti semuanya. Yang kita minta dalam hidup ini hanya satu, yaitu minta bisa bernafas. Sementara kebutuhan yang lain terkesampingkan.
Tidak hanya itu. Jika tidak bisa bernafas, bukan hanya dirinya yang bingung, tetapi juga anak, istri, keluarga, dan tetangga ikut kelabakan.
Jika yang “berhenti” bernafas seorang presiden, maka yang ribut semua rakyat, bahkan bangsa lain. Kalau yang berhenti bernafas seorang kyai, yang bingung santri dan keluarganya, dsb. Sayang, kita sering melupakan nikmat bernafas sehingga dianggapnya hal itu sebagai hal biasa.
Padahal Allah berfirman, “Setiap makhluk bernafas akan mencicipi mati.” Kata “mencicipi” itu berarti sebentar, tidak lama. Sebab setelah roh berpisah dengan raga, kita akan hidup abadi. Yang mati hanya raganya sedang roh kita tetap hidup di sisi-Nya.
Tetapi kita jangan salah tafsir. Kata “mencicipi” bukan hal mudah. Prosesnya sulit, sakit, dan menakutkan. Kematian merupakan kejadian dahsyat. Nabi SAW memberi ilustrasi, Andaikan binatang mengetahui dahsyatnya kematian yang dialami manusia, niscaya tidak akan kita dapati ada binatang gemuk karena takut dengan kematian.
Karena beratnya “proses” kematian, Rasululllah pernah berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi sakaratul mautku.” Dalam tarikh disebutkan, wafatnya Rasulullah amat berat diawali dengan sakit luar biasa, sampai-sampai istri beliau, Aisyah yang merawat pada detik-detik terakhir mengaku heran menyaksikan Rasulullah begitu berat menghadapi sakaratul maut.
Allah pernah bertanya kepada Nabi Ibrahim As, usai menghadapi sakaratul maut. “Wahai kekasih-Ku –maksudnya Nabi Ibrahim-- bagaimana rasanya kematian?”  Nabi Ibrahim menjawab, seperti panggang daging di atas bara api yang di atasnya diletakkan bulu basah lalu ditariknya. Gambaran betapa sulit, sakit, dan menakutkan. Padahal kematian Nabi Ibrahim menurut Allah sudah diringankan.
Sementara Nabi Musa ketika ditanya Allah rasa sakitnya ketika menghadapi sakaratul maut menjawab, “Aku melihat diriku seperti burung hidup ketika digoreng dalam penggorengan. Tidak mati sehingga dapat istirahat dan tidak mati sehingga dapat terbang.”
Masih banyak kisah sakaratul maut. Namun, seperti yang disampaikan Nabi SAW, meskipun sakaratul maut itu berat, namun  karena rindu dengan Kekasihnya, yaitu Allah, kematian harus dihadapinya.
Orang yang imannya mendalam selalu mensyukuri hidup ini, termasuk di dalamnya adalah nikmat bernafas. Keluar-masuknya nafas diwarnai dengan sebutan nama Allah. Tujuannya, jika sewaktu-waktu Allah memisahkan antara roh dengan raga, maka kalimat terakhir yang disabutnya adalah nama Allah. Perpisahan raga dengan jiwa seperti ini termasuk khusnul khotimah dan menurut Rasulullah orang seperti ini dijamin masuk surga.
Orang yang mensyukuri nikmat nafas, maka Allah akan menambah dengan nikmat yang lain. Misal, Allah jadikan usia seseorang menjadi penuh barokah, jauh dari penyakit, gemar beribadah, dekat dengan Allah.
Ada baiknya kita ingat kembali sabda Nabi Muhammad SAW. ”Orang yang baik adalah, mereka yang umurnya panjang dan banyak amalnya. Orang jelek adalah mereka yang umurnya pendek, tetapi perbuatan buruknya banyak. Maka syukurilah nikmat nafas agar kita bisa berbuat baik dalam hidup ini. (*)    

No comments:

Post a Comment