Wednesday, October 22, 2014

Berdoalah dengan Hati



Allah memerintahkan setiap Nabi dan umatnya untuk memperbanyak doa.  Dalam suhuf (lembaran suci) Ibrahim, Allah memerintahkan agar manusia “menyempatkan diri” munajat kepada Allah.   Doa, itu bisa diartikan memohon, meminta, menyeru, mengundang, memangggil, atau menghimbau.  Dalam berdoa, terjadi dialog dengan Tuhan meski “sepihak”
Dalam surat al-Baqarah ayat 186 Allah berfirman, “ Bila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka Aku dekat. Aku perkenankan doa si pendoa, jika dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah ia memenuhi segala perintah-Ku dan percaya kepada-Ku, mudah-mudahan mereka bersikap benar.”
Dari ayat ini diketahui, bahwa doa yang dikabulkan Allah memiliki syarat, antara lain memenuhi perintah Allah dan percaya kepada-Nya. Ini artinya, kita hendaknya taat beribadah, menjauhi larangan Allah, dan iman kepada-Nya. Orang yang demikian ini yang bakal didengar doanya. Di ayat lain Allah berfirman, “Mintalah kepada-Ku, Aku kabulkan permintaanmu.”
Doa yang kita panjatkan ke hadirat Tuhan, hendaknya disertai dengan penuh kesungguhan, merendah, dan sangat berharap. Di sisi lain, setelah berdoa, kita harus ikhtiar. Doa yang tidak disertai ikhtiar tidak dibenarkan, sama halnya dengan sikap tawakal yang tidak disertai dengan upaya.  Dikabulkannya doa seseorang bergantung kesungguhan ikhtiar yang dilakukannya.
Bagi orang beriman, doa merupakan “wahana” untulk berdialog dengan Allah. Lewat doa, mereka bisa menyampaikan setiap persoalan hidup, mulai dari harapan, permintaan, ucapan terima kasih, atau hal lain yang sifatnya menjalin komunikasi jiwa dengan-Nya. Orang berdoa merasa ada kemantapan, yakin akan langkah dan sikapnya, serta merasa ada yang membeck-up terhadap setiap rencana dan langkah berat yang akan dilakukannya.
Para Nabi terdahulu terbiasa memanjatkan doa, misalnya kalau mengalami kemarau panjang, meminta hujan. Kebiasaan ini juga dilakukan Nabi SAW yang disebut dengan shalat istisqo’ (meminta hujan). Mereka bersungguh-sungguh dalam munajat kepada Tuhan.  Kebiasaan seperti itu hendaknya kita terapkan dalam keseharian. Apalagi di zaman yang serba penuh tantangan ini, doa merupakan senjata ampuh bagi setiap manusia beriman kepada Allah.
Apa yang dituntunkan Nabi SAW, misalnya ketika seseorang bingung menentukan pilihan –soal jodoh, studi, pekerjaan, atau yang lain—dianjurkan bertanya kepada Allah lewat shalat istikharah. Dengan dialog tersebut Allah akan menjawabnya melalui mimpi sebagai petunjuk.  Bagi orang beriman, jawaban Allah yang disampaikan lewat mimpi, atau mantapnya hati dalam menetapkan pilihan, merupakan jawaban yang disampaikan lewat shalat tersebut.

Kapan Berdialog?
Ada waktu yang sangat istimewa bagi orang berdoa. Jika kita berdoa pada waktu tersebut, apa yang kita mohon kepada Allah dijamin dikabulkan. Di antaranya, disampaikan di tengah malam, atau sepertiga malam terakhir. Saat itu, malaikat turun untuk mendengarkan doa manusia. Doa yang disampaikan langsung diajukan kepada Allah.
Doa yang disampaikan saat orang lain nyenyak tidur, sangat didengar oleh Allah. Ini bukti bahwa orang tersebut benar-benar cinta kepada Allah sehingga Allah pun cinta kepada mereka.  Orang rajin shalat malam lengkap dengan lantunan doanya, Allah angkat ke maqomah mahmudah (derajat mulia).
Orang yang demikian ini, Allah beri beberapa keistimewaan. Di ataranya, diberi ampunan. Orang yang berdoa dengan tetes air mata di keheningan malam, akan mendapat ampunan atas dosa-dosa yang pernah diperbuat. Allah menerima mereka dengan sambutan istimewa. Kalau mereka datang kepada Allah dengan jalan kaki, Allah sambut dengan berlari. Begitulah ilustrasi yang Allah berikan kepada kita dalam hadist qudsi.
Ada tiga mata yang Allah selamatkan kelak di akhirat di saat mata yang lain menangis karena datangnya siksa. Yaitu, mata yang saat di dunia selalu menangis jika ingat dosa yang dilakukan. Mata yang diselamatkan dari perbuatan maksiat, dan mata yang selalu jaga untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Keistimewaan lain, orang yang selalu jaga malam  untuk berdialog dengan Allah, diberinya rasa sakinah dalam hatinya. Dia selalu tenang, damai, dan tidak mudah gelisah, stress, apalagi depresi. Ini sesuai dengan janji Allah, “Barang siapa  ingat Allah, maka hatinya akan tentram.”  Orang yang selalu ingat Allah selalu ada kedamaian dalam hatinya.
Selain tengah malam, doa bisa disampaikan di beberapa “waktu penting”. Yaitu, saat hendak berbuka puasa. Doa yang disampaikan saat seperti itu, dikabulkan Allah SWT. Mengapa? Karena orang yang berpuasa dalam  keadaan bersih jiwanya, sehingga doanya didengar.  Rasulullah menganjurkan orang yang akan berbuka menyempatkan diri untuk berdoa.
Ada juga waktu yang mustajabah bagi orang berdoa, yaitu di antara duduknya khotib di antara dua khutbah saat shalat Jumat. Saat itu, kita sempatkan meminta apa saja yang menurut nurani baik. Insya Allah doa yang disampaikan sangat diperhatikan Allah dan tidak ditolak. Pandai-pandailah mencari waktu untuk menyampaikan doa agar mustajabah.

Apa yang Disampaikan?
Soal materi apa yang harus kita sampaikan kepada Allah SWT, tidak ada batasan. Kita boleh meminta apa saja kepada-Nya sepanjang baik. Bisa bersifat materi, bisa juga yang immateri.  Kekayaan itu milik Allah, sehingga kita memohonnya juga kepada Allah.
Sedang yang bersifat immateri: kedamaian, kesejahteraan, kesehatan, ketenangan batin, hidayah, keselamatan dunia dan akhirat  sayognya kita minta senantiasa. Misalnya, ketika kita hendak bercermin, kita mohon diri ini dihiasai dengan akhlak yang baik. Ketika tahiyat akhir, sebelum salam, memohon kepada Allah agar hati ini selalu bergerak menuju  agama dan ketaatan kepada-Nya.
Ketika kita menuju masjid, mohon kepada Allah agar kita selalu diberi nur Allah, baik di kiri, kanan, bekalang, depan, atas, di tangan dan kaki serta di hati. Ketika hendak tidur pun, memohon, bahwa tidurnya atas nama Allah sehingga kalau kita lantas “tidur” abadi, juga atas nama Allah.  Bangun tidur juga bersyukur kepada Allah.
Singkatnya, semua gerak-gerik kita, selalu mohon ada “campur tangan” Allah.  Dan memang demikian hidup ini, tidak akan bisa lepas dari Allah. Orang yang selalu menyandarkan hidupnya kepada Allah akan lebih dicintai lagi. Allah senang kepada manusia yang selalu menjadikan Allah sebagai sandaran hidupnya. Orang beriman memang demikian. Berbeda dengan orang kafir, sandaran hidupnya adalah thogut atau Tuhan yang “diciptakan” sendiri, misalnya harta, kedudukan, gengsi, dan sebagainya.
Dialog rutin dan intensif dengan Allah seperti itu, dapat menjadikan kita semakin lengket dengan-Nya.  Jiwa kita selalu terjaga, dan merasa ada yang menuntun ke arah yang benar.  Dan lagi, dengan berdialog tadi, kita akan merasa semakin yakin bahwa Allah selalu menjaga kita dari berbagai ancaman, misalnya makhluk ghoib (jin dan setan).
Terlebih di saat jiwa kita sedang mengalami goncangan hebat, maka Allah yang bisa mendatangkan kedamaian. Orang yang sedang ketakutan, memohonlah kepada Allah, sebab terjadi tidaknya semua itu, berada di dalam genggaman tangan Allah. Orang yang sedang gelisah larinya harus kepada Allah. Orang yang tidak memiliki harapan hidup, kepada Allah memohon. Dengan kata lain, tidak ada satu pun persoalan yang terlepas dari kemauan Allah. Maka, ke sanalah kita memohon. (*)

No comments:

Post a Comment