Thursday, November 6, 2014

Cari Hikmah Di balik Peristiwa



Kalau kita teruskan merenung, kita terperangah menyaksikan keajaiban di depan mata. Sebut contoh, ada pesawat jatuh, seluruh penumpang meninggal dunia kecuali anak kecil yang selamat. Siapa yang “melindungi” anak tersebut? Lha wong penumpang yang lain meninggal kok malah yang kecil selamat. Jelas ada tangan “gaib” yang Maha Melindunginya.
Di Amerika, terjadi kecelakaan menghebohkan. Sebuah mobil jatuh, masuk jurang cukup dalam. Ibu yang nyetir meninggal. Anak balitanya segar bugar. Balita tadi hidup berhari-hari diam di dekat jenazah ibunya yang membusuk. Dia tidak tahu harus berbuat apa kecuali menangis karena lapar dan haus.
Di tempat lain, di negeri kita. Ada anak balita berumur enam bulan perutnya membesar. Setelah diperiksa dokter, diketahui anak itu hamil. Subhanallah. Kata dokter, janin tersebut calon kembarannya. Tetapi karena masuk ke rahim balita sejak kandungan, kembaran tadi menjadi janin. Agar selamat, dokter melakukan operasi cesar.
Ada lagi! Seorang wanita–maaf—akalnya tidak sehat, tiba-tiba diketahui hamil dan akhirnya melahirkan. Ada seorang pria tidak normal yang selalu menyertai. Orang mengira dialah suaminya. Akalnya tak sempurna, tapi nafsunya tetap “jalan” terus seperti orang normal.
Melihat peristiwa ini otak manusia tidak mampu menembus rahasia di balik keganjilan itu. Bagi Allah, hal tersebut tidak aneh. Setiap kejadian sudah dalam perencanaanNya. Hanya kemampuan pikiran manusialah  yang terbatas sehingga tak mampu mencari jawaban.
Orang beriman melihat kenyataan tersebut selain menghela nafas dalam-dalam, lisannya mengatakan: Subhanallah. Maha suci Allah, tidak ada yang kurang sedikit pun. Semua itu memberi signal bahwa di balik kejadian tersebut ada rahasia mendalam tentang kekuasaan Allah Swt.
Apa saja yang dimau Allah, pasti terjadi. Bagi Allah cukup dengan “kun” (jadilah) “fa yakun” (maka jadilah). Mungkin manusia menganggap susah, tetapi bagi Allah tidak sulit. It’s very very easy, teramat mudah.
Misalnya, Allah menghancurkan suatu kaum karena kufur. Itu mudah. Umat terdahulu, seperti umat Nabi Luth, Nabi Nuh, dan nabi yang lain, semua berantakan terkena azab Allah. Ini sebagai ibrah alias pelajaran bagi kaum setelahnya.
Bagi Allah tidak susah mengubah orang kaya menjadi miskin dalam hitungan detik, atau menit. Mungkin lewat serangan penyakit, kebakaran, perampokan, dsb. Atau, sebaliknya mengubah orang miskin menjadi kaya mendadak.
Lihat anak tukang becak Ferry, berkat ikut Akademi Fantasi Indonesiar (AFI) menjadi kaya raya. Bupati Zainal Arifin, di daerah Ferry memberi 4 ha lahan kelapa sawit siap panen, hadiah mobil dari panitia, dan hadiah lain yang cukup besar. Ingat Fatin Sidqiyah, anak SMA yang semula polos, ekonominya biasa-biasa. Setelah menang dalam X-Factor dia mendapat hadiah bermiliar-miliar selain mobil mewah, dan sejumlah hadiah dari sponsor. Sekarang semakin jaya karena beberapa perusahaan memintanya sebagai bintang iklan. Dalam sekejab dia berubah menjadi kaya raya.
Kita yang awam ini, tidak tahu apa rencana Allah pada diri dan keluarga kita. Dengan sadar kita akui, kita buta melihat masa depan. Jangankan masa depan dalam hitungan tahun untuk kejadian dalam waktu satu jam ke depan kita tidak tahu. Tugas kita hanyalah tiga hal saja: doa, ikhtiar dan tawakal kepada Allah.
Karena kita “buta” melihat masa depan, yang baik adalah melihat perjalanan hidup. Tengok masa lalu, apa yang kita lakukan. Setiap orang pasti menghamparkan “sajadah kehidupan” berwarna putih, tanpa dosa. Itu awal turun ke dunia.
Tetapi, seiring perjalanan waktu, kita sering terjebak dengan perilaku tak terpuji sehingga sajadah putih berubah warna, penuh bercak, bahkan jadi hitam. Ketika kita mengetahui kondisi itu, secepatnya mendongak ke atas: mohon ampun. Berjanji tidak mengulangi.
Usai demikian, tengok ke depan, apa yang akan kita lakukan. Mengulang kesalahan, atau membasuh kaki supaya bersih untuk melangkah ke atas sajadah kehidupan agar dapat melangkah dengan mantap?. Tekad membersihkan diri, melahirkan perilaku terpuji. Orang seperti ini hatinya selalu “dekat” dengan Allah.
Kalau langkah kita tiba-tiba berubah menuju dosa, segeralah kembali, lari menuju Allah. Menengok ke depan berarti menabung amal kebajikan agar nanti bisa dipetik panen dengan gembira. Orang yang demikian nanti tersenyum disaat orang lain menangis. Dan selama di dunia, dia selalu menangis disaat orang lain tertawa. Bisakah kita? (*)

No comments:

Post a Comment