Ada orang pandai berbicara. Kalau berpidato nerocos.
Tetapi, orang lain tak peduli. Bahkan, saat berpidato orang lain juga jagongan
sendiri. Apa yang disampaikan tidak dihiraukan. Mengapa?
Mungkin apa
yang disampaikan tidak bermutu. Materinya baik, tetapi tidak pandai merangkai
kata-kata sehingga menjemukan. Sebaliknya, ada orang kalau berbicara kalem, dan
tidak ngotot. Tetapi orang lain memperhatikan dengan seksama. Apa yang
disampaikan dijadikan “pedoman” bagi hidupnya.
Mengapa?
Karena dia memiliki kemampuan memilih kata yang berbobot. Dalam hidup ini, ada
kata-kata yang terasa berat (berbobot), ada kata-kata yang terasa ringan. Kata
berat disebut qoulan tsakila.
Kata-kata berat biasanya mempunyai pengaruh. Sekali terucap dampaknya luar
biasa. Maka kita tidak perlu banyak kata. Cukup menggunakan kata terpilih,
pengaruhnya lebih besar daripada banjir kata-kata, tetapi ringan.
Nabi Muhammad dikenal sebagai hamba yang memiliki kata sangat berat.
Apa yang disampaikan, tidak satu pun sahabatnya yang berani membantah. Jangankan
membantah, melihat wajah Nabi saja ketika berdialog, mereka banyak yang tidak
berani, sungkan, segan, bahkan takut. Ini terjadi karena begitu besar wibawa
beliau.
Padahal Nabi SAW tidak suka membentak-bentak. Kalau berbicara nadanya
lemah-lembut. Kalau menunjuk sesuatu, bukan dengan telunjuk, melainkan dengan
kelima jarinya. Kalau dipanggil, menengok dengan menggerakkan bahunya penuh
perhatian. Kalau tertawa tidak terkekeh-kekeh. Bicara Nabi yang lemah-lembut
tidak menurunkan wibawa justru menambah bobotnya sehingga terasa berat.
Dalam Al-Quran ada berbagai jenis kata atau ucapan. Ada yang disebut qoulan
sadiida (kata yang jujur dan sportif), yaitu kata yang tidak menyembunyikan
isi dengan “bungkus” kepalsuan sehingga orang lain tidak tahu apa yang
sebenarnya. Begitu berbicara orang langsung tahu apa yang dimaksud. Itulah
bicara yang sportif.
Banyak orang
yang tidak sportif jika berbicara. Seruan demi seruan agar mengencangkan ikat
pinggang digembar-gemborkan, tetapi diam-diam dia sendiri menumpuk kekayaan.
Menyerukan agar hidup hemat, tetapi dia sendiri boros. Mengatakan agar disiplin
anggaran, ternyata korupsi. Kita harus tepat waktu, ia malah datang
terlambat. Perbanyak amal, dia sendiri pelit, dsb. Orang yang seperti ini hanya
menjadi tertawaan orang lain.
Ada juga kata-kata yang simpatik (qoulan makruufa), yaitu,
kata-kata yang membuat orang bertambah pemahaman, mengetahui ilmu, dan
terdorong melakukan yang terbaik. Kata-katanya tidak menyakitkan hati, kalau
nyindir biasanya dikemas dengan baik, dan setiap orang merasa butuh terhadap
“siraman” kata-katanya.
Orang ini biasanya bijak, tidak gegabah, kata-katanya enak didengar,
dan orang lain merasa tersedot perhatiannya tanpa diminta. Magnit kata-katanya
mampu membuat orang lain mudah percaya. Apa yang dikatakan jadi rujukan, dan
jika harus marah kepada orang lain, yang dimarahi tidak sakit hati justru
berterima kasih. (*)

No comments:
Post a Comment