Thursday, October 23, 2014

Monjadi Pribadi yang Menarik



“Saya ingin menjadi diri saya sendiri,” ujar seseorang. Kalimat ini -–mungkin-- terjemahan dari, “I want to be my self.” Sebuah kalimat “ideal” yang seharusnya kita wujudkan. “Jangan sampai kita jadi bayang-bayang orang lain,”  tulis Prof. Hamka dalam bukunya, “Pribadi”.
Salah seorang yang boleh dibilang cukup berpeluang menjadi calon bupati kepada penulis mengaku dirinya enggan masuk percaturan Pilkada. Alasanya, jika mengikuti pola yang ada, dirinya pasti larut dalam praktik main uang (money politics). “Kalau itu saya lakukan, bagaimana kelak di hadapan Allah?” tanyanya. Dia sadar Allah bakal melaknat orang yang bermain-main dengan money politics. Ini ditegaskan Nabi SAW, “Dilaknat Allah orang yang menyuap dan yang disuap.”
Hebat. Dalam situasi seperti ini, masih ada orang yang berpikir jernih. Lazimnya, para “jago” tidak lagi berpikir begitu. Main uang, disetir orang, dan tepatnya menjadi bayangan orang lain dianggap biasa. Fenomena ini terjadi di mana-mana.
Sang tokoh takut dirinya larut dengan permainan yang tidak sehat. “Kalau ternyata saya sama saja dengan mereka, di mana idealisme ditempatkan?” ujarnya.
Dia sanggup berlaga dengan kandidat lain. Kalah dan menang urusan nanti. Tetapi, kalau di awal mainnya sudah bersih, apakah tembok kemungkaran dapat dibersihkan dari kehidupan ini?
Kegalauan itu mendorong kawula muda mendeclair “obsesi” untuk memperjuangkan munculnya calon bupati/gubernur dari jalur independen. Mereka mengira jika cara itu berhasil, akan mampu memainkan catur di atas bidak politik secara transparan, jujur, langsung, umum, bebas, rahasia, bersih, dan ikhlas.
Apalagi kalau tampilnya seseorang disokong pemilik modal dengan harapan kalau menang harus mengembalikan. Hal ini hambatan psikologis yang menyebabkan seseorang tidak leluasa. Hutang budi menjadikan seseorang “mati” kutu. Hutang jasa, menjerat seseorang menjadi tidak kuasa berbuat sesuatu.
Ini berlaku bagi siapa saja. Baik cakades, cabup dan cawabup, cagub dan cawagub, capres dan cawapres. Jika menjadi “bayangan” orang lain, akan menyebabkan tidak kuasa berdiri tegak. Dia bergerak kalau sumber bayangan bergerak. Dia bergerak, berjalan, dan lari kalau sumber bayangkan melakukan hal itu.
Pemimpin ideal, pemimpin yang memiliki prinsip hidup yang teguh, kokoh, dan tidak mudah diombang-ambingkan keadaan. Sesekali berani mengambil kebijakan tidak populer asal positif.
Pemimpin hendaknya memiliki kepribadian yang menarik. Kepribadian disebut menarik karena beberapa hal. Antara lain, cara bicaranya runtut, rasional, dan mudah dipahami. Bicaranya tidak berbelit-belit, kaya diksi kata, pandai merangkai kata menjadi kalimat indah dan menarik.
Dia bukan hanya pandai, tetapi juga cerdik dan lihai. Orang pandai belum tentu cerdik. Bisa jadi, kepandaiannya hanya untuk dirinya, bukan untuk orang lain. Orang cerdik, biasanya kelihatan dari cara merespon sesuatu: cepat, cekatan, dan juga tepat. Dia tidak berkerut kening dan berlama-lama menyusun jawaban dan ternyata yang dikeluarkan dari benaknya tak lebih dari kalimat sepele.
Coba libat Bung Karno dalam merespon keadaan bangsanya. Dia dikenal cerdas, cerdik dan lihai. Pribadinya menarik, orasinya bagus, bicaranya lancar, bahasanya beragam, dan daya persuasifnya tinggi. Singa podium satu ini sulit dicari tandingannya di dunia. Dia adalah tokoh yang melegenda.
Agus Salim, Menteri Luar Negeri Indonesia semasa Orla, begitu lihai. Jika diserang lawan, dapat menjawabnya dengan tenang dan tepat. “Mengapa orang Indonesia makan tanpa pakai sendok?,” Tanya orang Belanda. Dia dengan tangkas menjawab, “Sendok masuk beberapa mulut orang lain, sedang tangan hanya masuk mulutnya sendiri.”
“Mengapa Anda selalu merokok?” Tanya orang lain yang risih dengan sedal-sedulnya Mr Agus Salim. Dia jawab, “Orang Eropa menjajah negara kami hanya untuk ambil bahan rokok ini,” jawabnya.
Dia pernah dijatuhkan orang Barat di forum rapat, ketika Agus Salim melangkah menuju mimbar. Banyak orang ngembek untuk nyindir Agus Salim karena jenggotnya yang putih  mirip  jenggot kambing. Begitu naik mimbar, dia berucap, “Tuan pimpinan, saya tidak akan memulai pidato, sebelum kambing-kambing yang ngembek keluar dari ruangan ini.”
Banyak orang pintar, tetapi tidak punya pendirian. Banyak orang cerdas tetapi tidak punya prinsip hidup. Banyak orang intelektualnya tinggi, tetapi hidupnya hanya menjadi tukang kutip pembicaraan orang. Banyak orang berpendidikan tinggi, tetapi hidupnya hanya menjadi bayangan orang lain.
Dalam pandangan agama, ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa setiap orang adalah pemimpin. Lelaki pemimpin bagi istrinya. Istri pemimpin bagi anaknya di rumah. Pembantu juga pemimpin dalam menjaga rumah. Dan semua pemimpin tadi akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka, empat hal yang harus selalu dipegang pemimpin. Yaitu, siddiq (jujur/benar). Untuk  bisa jujur, bukan pekerjaan mudah. Sebab, hal itu menyangkut cerminan hati seseorang. Orang bisa jujur kalau agamanya mantap. Al-Quran  menegaskan, ”Sesungguhnya shalat bisa mencegah perbutan keji dan munkar.” Kalau ada orang orang shalat, tetapi masih suka korup dan berbuat munkar, berarti shalatnya belum membekas dalam kehidupan orang itu.
Syarat kedua, amanah, dapat dipercaya. Rasul Muhammad telah memberi contoh tentang hal ini. Beliau begitu amanah. Sekarang mencari pemimpin yang amanah itu susah. Apa yang dikatakan sering bertentangan dengan yang dilakukan. Berkata A ternyata melakukan B.
Syarat ketiga, tabligh (penyampai). Dia tidak menyimpan kebenaran, informasi, dan peluang yang baik kepada publik. Kalau ada lowongan kerja, bukan hanya diperuntukkan bagi kolega dekatnya, orang lain juga diberi hak yang sama. Setiap informasi apa pun yang dibutuhkan orang lain disampaikan kepada mereka. Semua warga berhak mendapatkan kesempatan yang sama sehingga tidak boleh pilih kasih. Sebaliknya, dalam menegakkan keadilan tidak boleh tebang pilih.
Dan keempat, pemimpin harus fathonah. Yaitu, cerdas. Tidak telmi (telat mikir), apalagi tulalit. Sindiran Bolot yang selalu tidak mendengar jika diajak bicara harus dibuang jauh-jauh pada diri pemimpin. Jika demikian sosok pemimpin, maka dia akan bisa bekerja dengan baik, tegas menghadapi goyangan pihak lain, dan tidak mudah berubah arah. Masih adakah pemimpin yang tidak menjadi bayangan orang lain? (*)